Duta Besar RI untuk Inggris 2016-2020 Rizal Sukma menyebut bahwa internasionalisasi gerakan Muhammadiyah adalah sebuah keniscayaan. Menurutnya, selain sebagai organisasi keagamaan yang aktif di bidang pendidikan dan kesehatan, Muhammadiyah juga menjadi tempat bertemunya gagasan dan pemikiran Islam modernis. Hal tersebut ia sampaikan dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah 48 di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Senin (30/5/2022).
Ia menyebut bahwa serangan 9/11 dan bencana alam tsunami Aceh tahun 2004 menjadi faktor yang membuat peran Muhammadiyah semakin besar di dunia internasional. Menurutnya, ada lima area yang harus menjadi fokus dalam melakukan internasionalisasi gerakan Muhammadiyah. Pertama, islamofobia. Islamofobia, imbuhnya, muncul akibat adanya peristiwa 9/11. Setelah 9/11, dunia Islam berada pada posisi yang tersudutkan. Muncul kekhawatiran global bahwa Islam adalah pembawa masalah.
“Kemudian muncul Islamofobia di banyak belahan dunia. Ini tantangan yang harus dihadapi,” ujarnya.
Kedua, tantangan yang berasal dari internal dunia Islam. Banyak negara berpenduduk muslim masih berkonflik. Mulai dari Filiphina, Thailand, dan Timur Tengah. Indonesia mencoba untuk memproyeksikan integritas bangsa sebagai negara yang melihat Islam dan demokrasi sebagai aset. Dalam hal ini Muhammadiyah memainkan peran yang cukup aktif. Pada waktu itu, banyak pihak yang melihat bahwa kombinasi Islam dan demokrasi tidak akan berhasil. Muhammadiyah berhasil menyelesaikan itu dengan baik.
Ketiga, penanggulangan bencana alam. Sejak bencana tsunami di Aceh pada awal 2005, peran Muhammadiyah menjadi meningkat. Ia menyebut ada banyak tokoh dan aktivis seperti Rachmawati Husein dan Budi Setiawan yang telah melewati batas-batas negara dalam melakukan tugas-tugas kemanusiaan.
Keempat, imbuh Rizal, adalah peacebuilding. Ada peran besar Muahmmadiyah dalam mencoba memfasilitasi perdamaian di Filipina Selatan dan Tailand. Bahkan, hingga sekarang, Muhammadiyah masih terus menggelar program untuk membantu pendidikan dan kesehatan di wilayah pasca konflik di kedua negara itu.
Kelima, pendidikan dan kesehatan. Keenam, kehadiran dan jejaring Muhammadiyah, terutama melalui PCIM-PCIM yang berdiri di 29 negara dan menjadi anggota ECOSOC PBB pada tahun 2017.
“Kalau kita ingin benar-benar fokus pada kerja-kerja bina perdamaian, ada beberapa prasyarat. Pertama, pendirian lembaga yang fokus pada peacebuilding seperti MDMC,” ujarnya. Selain itu, perlu ada pengembangan bidang studi peace studies di berbagai PTM. Perlu ada juga formulasi untuk membicarakan isu baru seperti perubahan iklim dan transisi energi baru terbarukan. Ada faktor-faktor sengketa tanah, air, dan lain-lain yang menjadi isu penting dan perlu perhatian. Reporter: Yusuf.
See – https://ibtimes.id/rizal-sukma-internasionalisasi-gerakan-muhammadiyah-adalah-keniscayaan/