Heidelberg, Jerman — 19 April 2025
Musyawarah Cabang Istimewa (Musycabis) Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jerman 2025 dilangsungkan kemarin (19-20 April) secara hibrida (daring-luring). Acara ini menjadi momentum penting dalam konsolidasi organisasi dan regenerasi kepemimpinan di tubuh PCIM (Muhammadiyah Deutschland e.V) yang berperan sebagai simpul gerakan Muhammadiyah di Eropa Barat. Bertempat di kota sejarah dan ilmu pengetahuan, Heidelberg, kegiatan ini dihadiri oleh para kader dan warga Muhammadiyah diaspora yang aktif dalam penguatan peran sosial-keagamaan di Jerman.
Kegiatan ini dilaksanakan secara hibrida untuk memfasilitasi beberapa kader Muhammadiyah yang berada di beberapa negara sekitar Jerman untuk ikut serta sebagai peninjau, juga untuk menumbuhkan diskusi kader yang lebih erat. Nampak beberapa peserta yang hadir secara daring berasal dari Vienna, Austria ikut aktif mengikuti proses musyawarah sampai selesai. Dalam sejarah awalnya, PCIM Jerman merupakan pintu awal warga dan kader Muhammadiyah untuk memperkuat konsolidasi kader di Eropa Barat. Beberapa PCIM yang terbentuk pada awalnya merupakan hasil konsolidasi awal dari PCIM Jerman. Hingga kini beberapa PCIM lainnya berkembang dan semakin mandiri menguatkan basis kaderisasi di eropa.
Refleksi dan Spirit Kebersamaan
Acara dibuka pukul 11:35 waktu setempat dengan pembukaan resmi dan dilanjutkan dengan motivasi dan arahan oleh Dr. Bachtiar Dwi Kurniawan, Ketua Majelis Pendidikan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dalam kesempatan tersebut, Gus Bachtiar—sapaan akrabnya—menyampaikan pesan spiritual yang menyentuh dan relevan bagi para kader Muhammadiyah di perantauan. Ia menegaskan bahwa keberadaan diaspora Muhammadiyah di luar negeri bukan sekadar representasi fisik organisasi, tetapi juga merupakan amanah ideologis untuk terus menyalakan nilai-nilai Islam berkemajuan dalam konteks multikultural dan global.
Gus Bachtiar mengingatkan bahwa kader-kader Muhammadiyah di luar negeri sejatinya adalah duta dakwah dan intelektual yang memikul tanggung jawab moral untuk menunjukkan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, melalui praktik hidup yang etis, inklusif, dan berorientasi pada kemanusiaan universal. Dalam konteks ini, nilai-nilai ta’awun (saling tolong-menolong), muhasabah (refleksi diri), dan tajdid (pembaharuan) menjadi fondasi penting yang harus senantiasa diinternalisasi oleh setiap anggota PCIM.

Ia juga menekankan pentingnya memperkuat konektivitas struktural dan kultural antara PCIM sebagai organ resmi Muhammadiyah di luar negeri dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Indonesia, agar gerakan ini tetap terkoneksi secara ideologis dan organisatoris. Pada pukul 12:40, Gus Bachtiar secara simbolis membuka Musyawarah Cabang Istimewa (Musycabis) PCIM Jerman 2025, dengan menyatakan bahwa forum musyawarah ini bukan hanya kegiatan administratif semata, tetapi juga merupakan manifestasi nyata dari tradisi deliberatif Muhammadiyah yang demokratis dan kolektif. Musycabis diharapkan menjadi ruang kontemplatif dan strategis untuk memperkuat barisan kader diaspora dalam menghadapi tantangan zaman, sekaligus menegaskan kembali posisi PCIM sebagai simpul peradaban Islam global dari rahim Indonesia.
Laporan Pertanggungjawaban dan Evaluasi Program
Musycabis sesi I dimulai pukul 15:00 waktu setempat dengan agenda utama penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pengurus PCIM Jerman periode 2023–2025, yang disampaikan langsung oleh Ketua PCIM Jerman, dr. Diyah Nahdiyati. Laporan ini tidak hanya memuat ringkasan administratif, tetapi juga menjadi refleksi strategis atas capaian organisasi selama dua tahun terakhir, termasuk dinamika adaptasi dan kolaborasi dalam konteks diaspora dan kebijakan internasional.
dr. Diyah memaparkan bahwa berbagai program telah dijalankan secara intensif, mencakup kegiatan rutin seperti RamadanMu, pengumpulan dan distribusi Zakat Fitrah, Fidyah, dan Zakat Mal yang dikelola melalui Lazismu, serta pelaksanaan Qurban yang menjangkau daerah terdampak bencana seperti Cianjur dan wilayah tertinggal di Subang. Program ini menunjukkan konsistensi peran PCIM dalam menjaga nilai solidaritas kemanusiaan lintas batas.
Selain itu, program insidental dan kolaboratif juga menjadi sorotan penting, seperti Proyek HW Bahari hasil kerja sama dengan GIZ dan PRIM Soedirman Jakarta, pelatihan urban farming untuk perempuan pascabencana Cianjur, serta penggalangan dana untuk bencana di Maroko dan Libya. Kegiatan seperti Sharing Session dengan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, seminar wakaf uang bersama Prof. Abdul Mu’ti, dan AIMS Program menegaskan identitas PCIM sebagai simpul intelektual Islam global yang berjejaring kuat dengan pusat-pusat ilmu di Indonesia dan Eropa.
Inisiatif terbaru pada tahun 2025, termasuk talkshow daring dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Abdul Mu’ti tentang “Diaspora dan Pendidikan: Membangun Jembatan Indonesia–Jerman,” mencerminkan semakin baiknya posisi PCIM dalam diplomasi pendidikan dan kebudayaan. Tidak hanya itu, kehadiran aktif dalam kegiatan interfaith dan acara kenegaraan, seperti perayaan Natal dan Tahun Baru oleh KJRI Frankfurt, juga menunjukkan keterlibatan PCIM dalam ruang-ruang publik yang inklusif.
Dalam sesi diskusi LPJ, peserta menyampaikan masukan sistemik tentang pentingnya pengelompokan kegiatan ke dalam tiga kategori: rutin, terprogram, dan insidental. Klasifikasi ini dinilai strategis untuk meningkatkan efisiensi manajemen program, memperkuat keberlanjutan lintas kepengurusan, dan mempermudah proses evaluasi berbasis dampak. Masukan ini diterima secara positif oleh forum, mempertegas bahwa PCIM Jerman tengah bergerak menuju tata kelola organisasi yang lebih modern, berbasis bukti, dan responsif terhadap dinamika global.
Musycabis ini menjadi panggung untuk tidak hanya meninjau sejarah awal pendirian organisasi, tetapi juga menyusun langkah masa depan PCIM Jerman sebagai aktor penting dalam jejaring Muhammadiyah global, khususnya di Eropa Barat—yang aktif berdakwah melalui ilmu, budaya, dan aksi sosial lintas negara.
Baru: Format Kepengurusan dan Pemilihan Vorstand
Sesi II Musycabis yang dimulai pukul 18:00 waktu setempat mengangkat isu strategis dan mendasar mengenai struktur kepengurusan inti Muhammadiyah Deutschland e.V. sebagai entitas hukum yang menaungi aktivitas PCIM Jerman secara formal di wilayah hukum Republik Federal Jerman. Diskusi ini menjadi krusial, mengingat kebutuhan untuk menyesuaikan struktur organisasi dengan konteks legal di negara tuan rumah, sekaligus menjawab tantangan stabilitas dan efektivitas pengelolaan organisasi diaspora di lingkungan Eropa. Dalam forum musyawarah tersebut, dilakukan tinjauan komparatif terhadap struktur kelembagaan beberapa organisasi diaspora Indonesia lainnya yang telah terlebih dahulu mengadopsi bentuk eingetragener Verein (e.V.), yaitu organisasi asosiasi yang secara resmi terdaftar di otoritas Jerman dan tunduk pada Bürgerliches Gesetzbuch (BGB), atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jerman. Status e.V memberikan legitimasi hukum, akses terhadap fasilitas publik, serta kepercayaan dalam menjalin kerja sama lintas lembaga di tingkat nasional maupun internasional.
Sesuai ketentuan hukum Jerman, sebuah organisasi berbentuk e.V. wajib memiliki struktur dasar yang terdiri dari minimal tiga posisi inti dalam Vorstand atau dewan pengurus: Ketua (Vorsitzender), Wakil Ketua (Stellvertretender Vorsitzender), dan Bendahara (Kassenwart). Dalam praktik Muhammadiyah Deutschland e.V., struktur ini diperluas dengan menambahkan posisi Sekretaris (Sekretär/in), sejalan dengan kebutuhan administratif organisasi modern.
Kelembagaan e.V menuntut tata kelola yang terbuka, akuntabel, dan terdokumentasi secara hukum, termasuk dalam hal keuangan, rapat tahunan (Mitgliederversammlung), serta pemilihan pengurus yang sah dan terdaftar. Oleh karena itu, Musycabis ini menjadi momen penting untuk menegaskan ulang struktur organisasi yang legal-formal, agar sejalan dengan asas good governance yang menjadi syarat eksistensi lembaga masyarakat sipil di Jerman.
Dalam diskusi, muncul usulan model tata kelola yang lebih adaptif, yakni menetapkan tiga orang pengurus inti (Vorstand) secara tetap, sementara Ketua Harian—yang sekaligus memimpin operasional PCIM Jerman—dipilih berdasarkan musyawarah internal atau konsensus Vorstand. Struktur ini memberikan stabilitas jangka panjang bagi organisasi legal (Muhammadiyah Deutschland e.V), sembari memberikan fleksibilitas pada PCIM sebagai entitas sosial-keagamaan yang dinamis dan terhubung langsung dengan komunitas diaspora. Usulan ini juga bertujuan menjawab tantangan regenerasi, akuntabilitas lintas negara bagian (Länder), serta mobilitas kader Muhammadiyah di Jerman yang kerap berpindah wilayah seiring studi, pekerjaan, atau pengabdian. Maka, keterpisahan peran antara pengurus legal dan pengurus harian memungkinkan distribusi tugas yang lebih efisien dan koordinatif. Dengan demikian, struktur ini mensinergikan dua tujuan besar yang tidak hanya mencerminkan kepatuhan hukum terhadap negara tuan rumah, tetapi juga mempertahankan nilai-nilai musyawarah, kolektivitas, dan dakwah berkemajuan Muhammadiyah. Ini merupakan langkah maju menuju penguatan posisi Muhammadiyah sebagai aktor sipil global, berbasis komunitas namun berwawasan hukum dan strategis dalam tata kelola organisasi lintas negara.
Dalam struktur Satzung (anggaran dasar) Muhammadiyah Deutschland e.V, Vorstand terdiri dari empat posisi: Ketua (Vorsitzender I), Wakil Ketua (Vorsitzender II), Bendahara (Kassenwart), dan Sekretaris (Sekretär/in). Proses pemilihan berlangsung demokratis, dengan hasil sebagai berikut:
- Ketua Vorstand I: dr. Diyah Nahdiyati (12 suara) berkedudukan di Frankfurt
- Ketua Vorstand II: Abdurahman Ali (13 suara, 1 abstain) berkedudukan di Frankfurt
- Bendahara: Yosi Ayu Aulia (13 suara, 1 abstain) berkedudukan di Heidelberg
- Sekretaris: Muhammad Taqiyuddin Ar Rofi (12 suara, 2 abstain) berkedudukan di Berlin
Pengurus baru juga menunjuk Alda K. Yuda (Doktorand Goethe Universität Frankfurt, Alumni Muallimin) sebagai Ketua Harian PCIM Jerman, dengan Fachri Aidulsyah (Doktorand Freie Universität Berlin) dan Irma Kasri sebagai Wakil Ketua (Business Development Senior Specialist at SAP). Penataan struktur ini menandai langkah strategis untuk memperkuat tata kelola organisasi diaspora yang menggabungkan prinsip syura dan akuntabilitas hukum formal. Pengurus harian diamanahkan untuk membentuk susunan pengurus untuk memperkuat program kerja PCIM Jerman/Muhammadiyah Deutschland e.V selama dua tahun ke depan (2025-2027).
Penutup dan Refleksi Intelektual
Musycabis resmi ditutup pada pukul 20:00 waktu setempat, menandai berakhirnya rangkaian musyawarah yang sarat dengan refleksi struktural, semangat pembaruan, dan penguatan kelembagaan. Namun suasana intelektual tidak berhenti di sana. Pada pukul 21:15, forum dilanjutkan dengan sebuah kajian ilmiah mendalam yang disampaikan oleh Dr. Ervan Nurtawab (Humboldt Postdoctoral Fellow at FRIAS-University of Freiburg), seorang filolog dan peneliti manuskrip Islam Asia Tenggara, yang juga merupakan dosen dan peneliti di bidang sejarah intelektual Islam klasik.
Kajian bertajuk “Quran Manuscripts and Early Prints in Southeast Asia: Learning from the Past, Living for Present and Hoping for Tomorrow” menjadi titik puncak refleksi akademik dalam Musycabis kali ini. Dalam pemaparannya, dr. Ervan membawa peserta melintasi ruang dan waktu, menelusuri jejak-jejak naskah Al-Qur’an kuno yang berkembang di wilayah Nusantara, mulai dari Aceh, Riau, Palembang, hingga Sulawesi dan Kalimantan. Ia mengurai bagaimana estetika kaligrafi, struktur penulisan, hingga tata letak mushaf-mushaf lokal tidak hanya menandakan kekayaan budaya Islam di Asia Tenggara, tetapi juga menegaskan adanya lokalisasi epistemik dalam penyebaran Islam yang damai, organik, dan kontekstual. Lebih dari sekadar paparan sejarah filologis, kajian ini juga menyampaikan pesan kuat bahwa tradisi keilmuan Islam adalah warisan hidup, bukan sekadar artefak masa lalu. Dalam konteks diaspora, Dr. Ervan menekankan pentingnya memahami manuskrip bukan sebagai dokumen mati, melainkan sebagai media dakwah, transmisi pengetahuan, dan konstruksi peradaban yang merekatkan hubungan antara generasi terdahulu dan generasi kini. Ia mengajak para diaspora Muhammadiyah untuk tidak hanya bangga pada warisan tersebut, tetapi juga berkontribusi dalam menghidupkannya melalui kajian, konservasi, dan penyebaran pengetahuan berbasis warisan intelektual Islam.
Diskusi yang menyusul kajian berlangsung penuh antusias. Para peserta, yang mayoritas merupakan mahasiswa dan profesional diaspora Indonesia, menyampaikan refleksi dan pertanyaan terkait peluang digitalisasi manuskrip, hubungan antara teks-teks klasik dengan pemikiran modern, serta pentingnya membangun literasi manuskrip dalam pendidikan tinggi Islam kontemporer. Kajian ini tidak hanya memperkaya perspektif keilmuan peserta, tetapi juga menyulam kembali benang merah antara identitas keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan universal dalam kerangka global. Sebuah penutup yang penuh makna bagi Musycabis PCIM Jerman 2025, yang membuktikan bahwa misi Muhammadiyah di luar negeri bukan hanya soal penguatan struktural, tetapi juga tentang menyalakan kembali api peradaban Islam melalui ilmu dan kebudayaan.
Rekreasi dan Silaturahmi: Family Gathering

Keesokan harinya (20/04), peserta mengikuti kegiatan family gathering yang dikemas dengan suasana rekreatif dan kebersamaan. Sarapan bersama, perjalanan ke pusat kota Heidelberg, hiking menyusuri tepi Sungai Neckar dan kawasan Philosophenweg, serta makan siang di tepi sungai menjadi sarana mempererat ukhuwah dan melepas penat dari kesibukan akademik dan profesi di tanah rantau. Acara ditutup dengan penelusuran kota tua (Altstadt) dan jembatan tua (Alte Brücke) Heidelberg, sebelum para peserta kembali ke tempat masing-masing. (IAR)