Pada bulan Zulhijah tahun 1443/2022, sudah dapat dipastikan Muhammadiyah dan Arab Saudi menjatuhkan tanggal yang sama untuk perayaaan hari raya Idul Adha.
Muhammadiyah melalui hisab hakiki wujudul hilal menetapkan bahwa tanggal 1 Zulhijah 1443 H jatuh pada hari Kamis 30 Juni 2022, sehingga Idul Adha 1443 H jatuh pada hari Sabtu 9 Juli 2022 M (Arafah: 8 Juli). Keputusan Muhammadiyah ini sama dengan Kalender Ummul Qura Arab Saudi dan sebagian besar kawasan Timur Tengah.
Akibat awal Zulhijah jatuh pada tanggal yang sama dengan Arab Saudi, tidak sedikit warga Muhammadiyah yang mengidentikkan puasa Arafah dengan pelaksaan wukuf di Arafah.
Bila jamaah haji di Arafah melaksanakan wukuf pada hari ini, maka di hari yang sama pula umat Islam yang tidak berhaji disunahkan melaksanakan puasa. Artinya menganggap bahwa ‘Arafah’ adalah tempat, maka wukuf jamaah haji yang sedang dilaksanakan di Arab Saudi sebagai rujukan untuk menentukan hari Arafah dan Idul Adha.
Terkait Arafah, Warga Persyarikatan Jangan Bingung
Pada bulan Zulhijah tahun 1428/2007, Muhammadiyah dan Arab Saudi menetapkan tanggal yang berbeda dalam penentuan hari raya Idul Adha. Berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal, Muhammadiyah menetapkan 1 Zulhijah 1428 jatuh pada Selasa 11 Desember 2007, sehingga Idul Adha jatuh pada Kamis 20 Desember 2007 (Arafah: 19 Desember).
Sementara pemerintah Arab melalui majelis peradilan tinggi—memang sedikit kontroversial pada waktu itu—memutuskan 1 Zulhijjah 1428 jatuh hari Senin 10 Desember 2007, sehingga Idul Adha hari Rabu 19 Desember (Arafah: 18 Desember).
Akibat perbedaan awal Zulhijah dengan Arab Saudi, Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada waktu itu tetap meminta warganya untuk berpuasa Arafah sesuai dengan maklumat persyarikatan yakni pada 9 Zulhijah atau Rabu 19 Desember 2007.
Dari kasus ini banyak warga Muhammadiyah pada waktu itu yang berpandangan bahwa ‘Arafah’ adalah waktu, maka peristiwa Arafah adalah 9 Zulhijah sesuai kalender Islam negara masing-masing.
Terjadi kebingungan di internal warga Muhammadiyah. Ibadah yang dilakukan di luar waktunya tentu tidak memenuhi syaratnya. Apakah pelaksanaan puasa Arafah itu merujuk pada ‘tempat’, sehingga pelaksanaannya bertepatan dengan jamaah haji yang sedang wukuf di Arafah; atau puasa Arafah itu merujuk pada ‘waktu’, sehingga patokannya bukan pada wukuf jamaah haji di Arafah melainkan tanggal 9 Zulhijah menurut penanggalan tiap-tiap kalender Islam?
Jika kita merujuk pada hadis-hadis Nabi Saw Puasa Arafah dilakukan pada hari dan tanggal yang sama dengan peristiwa wukuf di Arafah yang dilakukan oleh para tamu Allah. Artinya, keduanya harus dijatuhkan pada tanggal 9 Zulhijah yang berlaku secara global di seluruh dunia. Selain harus dilakukan pada tanggal 9 Zulhijah, puasa Arafah juga harus merujuk pada pelaksanaan wukuf di Arafah. Membuat terjadinya penyatuan hari Arafah, tidak bisa hanya dilakukan secara simplistis dengan mengikuti keputusan politis pemerintah Arab Saudi.
Penyebab Perbedaan
Problem utama yang mengakibatkan perbedaan jatuhnya puasa Arafah lantaran kalender Islam yang ada sekarang adalah bahwa kalender itu tidak terunifikasi karena dibuat secara lokal, sehingga tidak dapat menyatukan penandaan tanggal secara sama di seluruh dunia.
Jalan penyelesaiannya mau tidak mau harus membuat suatu sistem penanggalan yang bersifat universal, yang dapat menjatuhkan tanggal sama di seluruh dunia, yaitu: Kalender Islam Global.
Salah satu penyebab utama yang menjadi penghambat terbesar bagi terwujudnya Kalender Islam Global adalah karena sebagian umat Islam masih berpegang teguh pada metode rukyat.
Padahal fakta bahwa rukyat tidak mungkin bisa menghasilkan sebuah kalender yang proleptik (berlaku pasti untuk masa panjang, minimum 30-50 tahun ke depan). Dengan bahasa lain, menurut Tono Saksono, sesederhana apapun landasan saintifik perhitungannya, sebuah kalender haruslah disusun sebagai hasil sebuah hitungan (hisab).
Solusi Kalender Islam Global
Beberapa ulama memberikan gagasan bagaimana kriteria kalender Islam global yang harus disusun. Mereka menggunakan hisab sebagai metode penentuan awal bulan. Nidlal Qassum, pria kelahiran Al-Jazair ini menawarkan Kalender Islam Global dengan konsep qudro-zonal, yakni kalender yang membagi dunia tempat berlaku kalender menjadi empat zona penanggalan, yaitu zona Asia Selatan-Timur-Tenggara, zona Asia Kecil, zona Afrika-Eropa, dan zona Atlantik-Amerika.
Ulama lain yang menawarkan konsep Kalender Islam Global adalah Mohammad Ilyas. Kalender yang ditawarkan cendekia dari Malaysia ini berkonsep trizonal, yakni sistem penanggalan yang membagi dunia menjadi tiga zona tanggal, yaitu zona Asia Tenggara, zona Timur Tengah-Eropa dan zona benua Amerika. Pemikiran Ilyas ini menyumbangkan satu gagasan penting tentang Kalender Islam Global, yaitu gagasannya tentang kalkulasi imkanu rukyat global yang menghasilkan kurve tampakan secara global.
Berbeda dengan Ilyas, Mohammad Syaukat ‘Audah mengenalkan konsep dwizonal, yakni kalender yang membagi dunia menjadi dua zona penanggalan, yaitu zona timur dan zona barat. Zona timur meliputi empat benua, yaitu Asia, Australia, Eropa, dan Afrika. Sedangkan zona barat meliputi seluruh benua Amerika. Hasil penelitian ‘Audah ini kemudian menciptakan suatu software dengan nama Accurate Times. Temuan ‘Audah ini merupakan pelengkap dari software buatan Monzer Ahmed dengan nama Moon Calculator yang sangat berguna bagi penyusunan Kalender Lunar Global.
Ketiga konsep Kalender Islam di atas meskipun mengklaim diri sebagai Kalender Islam Global namun nampaknya masih memperlihatkan pembagian wilayah penanggalan. Ketiganya masih memungkinkan adanya perbedaan matlak. Jika demikian, perbedaan tanggal pada hari-hari besar umat Islam seperti hari Arafah sangat potensial dapat terjadi. Sebab Kalender Islam global sejatinya dan seharusnya kalender lunar Islam yang berprinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Karena itu, menurut Syamsul Anwar, Kalender Islam Global harus memenuhi syarat-syarat:
1) Kalender Islam harus merupakan kalender yang berfungsi untuk kepentingan relijius dan sivil secara sekaligus; 2) Kalender Islam harus didasarkan kepada bulan kamariah di mana durasinya tidak lebih dari 30 hari dan tidak kurang dari 29 hari; 3) Kalender Islam harus merupakan kalender terunifikasi dengan penyatuan hari-hari dalam minggu secara global, mengingat pemenuhan syarat ini akan menjamin sifat globalnya yang diinginkan;
4) Kalender Islam tidak boleh menjadikan sekelompok orang Muslim di suatu tempat di muka bumi memasuki bulan baru sebelum kelahiran hilalnya (ijtimak); 5) Kalender Islam tidak boleh menjadikan sekelompok orang Muslim di suatu tempat di muka bumi memulai bulan baru sebelum yakin terjadinya imkanu rukyat hilal di suatu tempat di muka bumi; dan 6) Kalender Islam tidak boleh menjadikan sekelompok orang Muslim di suatu tempat di muka bumi tertunda (belum) memasuki bulan baru sementara hilal bulan tersebut telah terpampang secara jelas di ufuk mereka.
Seorang ulama asal Maroko, Jamaluddin Abd ar-Raziq disebut-sebut sukses menemukan satu bentuk yang jelas dari Kalender Islam Global dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Dialah orang pertama yang berhasil membuat Kalender Islam Global secara konkret sesuai dengan syarat-syarat unikatif.
Menyuarakan Urgensi Kalender Global Islam
Pada tahun 2008, kalender Abd ar-Raziq ini diterima dalam Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam. Hal ini dipertegas kembali pada tahun 2016 di Istanbul dengan diadakannya Kongres Penyatuan Kalender Islam dan menerima Kalender Global Islam Tunggal sebagai kalender dunia Islam.
Muhammadiyah turut mengawal Kalender Islam Global dengan kriteria Istanbul 2016. Bahkan gagasan ini tertuang dalam salah satu butir keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar tahun 1436 H/2015 M. Di dalamnya berisi tentang perlunya upaya penyatuan kalender yang berlaku secara internasional. Muhammadiyah memandang perlu untuk adanya upaya penyatuan kalender hijriyah yang berlaku secara internasional, sehingga selain dapat memberikan kepastian dan dapat dijadikan sebagai kalender transaksi, tapi juga menyatukan Hari Arafah di seluruh dunia.
Itulah penjelasan singkat mengenai Kalender Islam Global sebagai solusi dari pemecahan masalah tentang peristiwa hari Arafah. Selama umat Islam belum memiliki Kalender Islam Global akan sulit untuk melakukan penataan sistem waktu. Sehingga keberadaan suatu sistem yang mengatur waktu secara rapi dan terorganisasi di tingkat global merupakan satu keniscayaan bagi umat Islam. Berharap kedepannya umat Islam bersatu, setidaknya di belahan dunia sedang melaksanakan puasa Arafah dan di Arafah para jamaah haji sedang wukuf pada waktu yang bersamaan.
Penulis: Ilham Ibrahim
Editor: Fauzan AS