Oleh: Hanson Aronggiyar
Bismillahirohmanirohim,
Alhamdulillah musim panas pun tiba di Eropa dan sekitar, baju tebal pun kita sisihkan atau bahkan untuk menghemat tempat, taruh di Basement / Gudang. Tiba pada musim panas juga menjadi salah waktu saatnya menjamak sholat maghrib dan isya. Berbicara tentang sholat, kita bahas dulu yang dasar-dasarnya, lalu kita bahas Fatwa ulama dalam itu.
Pertama atas dalil QS4:103 bahwa waktu Sholat wajib sudah ditentukan. Dan kalau kita membahas waktu sholat di Indonesia, mau di masjid sebelah rumah, sampai Stasiun TV atau Koran Online atau Radio, semuanya sama, tidak ada perbedaan, kecuali beberapa detik / 1-2 menit, ibarat Muadzinnya lagi baru buka puasa, baru Adzan.
Nah permasalahan yang berbeda untuk penduduk yang tinggal di Eropa atau luar Indonesia atau khususnya Jerman. Tentu selain 3 waktu yang hampir sama semuanya yaitu Shuruq (habis waktu Subuh), Dzuhur, Maghrib, sisanya cenderung sangat berbeda, khususnya Subuh dan Isya. Oleh karena itu, saya akan bahas dari waktu yang cenderung sama dulu. Setelah itu waktu yang paling beda yaitu Subuh dan Isya.
Shuruq (Isyroq) dan Maghrib
Dengan dasar dari HR. Muslim No. 612 untuk Maghrib “Waktu sholat maghrib adalah selama belum hilang sinar merah ketika matahari tenggelam” dan Shuruq “Waktu shalat Shubuh adalah dari terbit fajar selama belum terbit matahari.” membuat kedua waktu ini cenderung tidak ada perbedaan dan bahkan mudahnya, di perkiraan cuaca juga biasanya dicantumkan „sunrise“ dan „sunset“ atau sunset lebih 1-3 menit. Jadi pada waktu ini lah waktu Shuruq atau habisnya waktu sholat Subuh dan mulainya waktu sholat Maghrib.
Dzuhur
Dengan Dalil yang sama dari HR. Muslim N. 612 “Waktu Sholat Zhuhur adalah ketika telah tergelincir matahari (menuju arah tenggelamnya) hingga bayangan seseorang sebagaimana tingginya selama belum masuk waktu ‘Ashar“ membuat waktu sholat Dzuhur juga hampir tidak ada berbedaan.
Ashar
Nah masuk lah kita ke salah satu waktu yang sedikit ada perbedaan, walau cukup simple, karena perbedaannya sudah ada dari jaman para Tabi’in atau lebih tepatnya 4 Imam Madzhab, membuat kita tidak perlu banyak bertanya atau banyak menganalisa, yang bahkan bukan keahliannya. Para Ulama Madzhab semua kecuali Ulama Hanafi berpendapat, masuknya Ashar saat panjang bayangan, sama panjang dengan bendanya. Sedang ulama Hanafi berpendapat saat panjangan bayangan 2x dari benda aslinya.
Simple cerita, bagi kami yang tinggal di Eropa, sangat bersyukur dengan adanya perbedaan pendapat itu, atau bahkan ada Madzab yang punya Fatwa berbeda. Karena pada musim dingin matahari tidak pernah berada diatas kita, karena posisi matahari agak bawah, oleh karena itu siang pun lebih sebentar. Oleh karena posisi matahari yang tampak lebih rendah di langit. Kebalikan tentu saat musim panas bayangannya akan lebih pendek. Oleh karena itu, saat waktu Dzuhur atau saat matahari posisi paling tinggi pada hari itu, tinggi bayangan mirip dengan bendanya.
Nah kita masuk pada Fatwa Ulama Eropa pertama, dimana pada musim dingin, diperbolehkannya menjamak sholat Dzuhur dan Ashar. Simplenya juga karena dari matahari hanya berada dilangit sebentar dan dari waktu Dzuhur (matahari paling atas, tergelincir sedikit) sampai Maghrib (matahari terbenam), paling hanya 4 Jam. Dari Fatwa European Council of Fatwa and Research Sesi No. 3 dan dari Fiqh us Sunna von Sayyid Sabiq, saat kondisi sulit karena sedang kerja, kuliah atau sekolah dan dalam 5 jam harus keluar 3x (Dzuhur, Ashar dan Maghrib) maka selama tidak menjadi kebiasaan, diperbolehkan untuk menjamak Dzuhur dan Ashar. Tentu artinya juga bukan saat dirumah santai-santai lalu menjamak terus menerus Dzuhur dan Ashar. Dengan dalil dari HR. Muslim no. 705, bahwa Rasulullah pernah menjamak Sholat tanpa Udzur.
Subuh
Kita masuk ke pembahasan utama. Waktu masuk Subuh dari dalilnya jelas dari HR. Muslim no 612 “Waktu shalat Shubuh adalah mulai terbit fajar (shodiq).” Dan QS2:187, saat penerapan bahkan ada sahabat Rosulullah Sholallahu ‘alaihi wasalam, Adi bin Hatim Rodhiallahu’anhu yang ditaroh benangnya dibawah bantal (HR. Muslim no 1090). Jadi sekelas sahabat saja bisa salah paham atas ayat yang diturunkan langsung kepadanya kepada kita semua apalagi kita yang jauh dan sangat fakir ilmu.
Nah Kembali ke waktu subuh. Untuk singkat kata, subuh itu saat mahari dibawah katulistiwa atau horizon, karena saat naik ke horizon issal sunrise atau Shuruq yang artinya waktu subuh pun habis. Nah sekarang yang menjadi permasalahan, karena saat matahari diatas kita, issalta lihat dengan jelas, saat tergelincirinya, saat terbenam, saat naiknya, tapi saat dibawah kita bagaimana caranya?
Untuk kami yang berada di Eropa, termasuk hal yang lumrah untuk mengunakan apps untuk melihat waktu sholat, apakah itu Muslim Pro, apakah itu athan pro dan seterusnya, juga tentunya untuk melihat waktu sholat di issal-mesjid sekitaran kita. Simple cerita, perbedaan antara issal satu dan issal tetangga, atau cara hitung apps satu dengan yang lainnya, bisa berbeda sampai 2-3 jam untuk masuknya subuh.
Ijinkan saya memudahkan menurut kemenag, waktu masuk subuh adalah saat matahari 20 derajat dibawah horizon. Sedang Muhammadiyah pada 18 derajat dibawah katulistiwa dan 18 derajat cenderung yang banyak dipakai juga, contohnya oleh MWL (Muslim World League) atau Tunisia atau Malaysia, juga tentu 20 derajat juga ada yang pakai, seperti Mesir contohnya, tetapi selain itu juga ada yang bahkan sampai 12 derajat dibawah katulistiwa, seperti Prancis. Atau bahkan ada juga yang menggunakan waktu fix, jadi sudah tidak lagi dari posisi matahari exact tapi perkiraan, seperti 90 menit sebelum Shuruq, dengan dalil tentu khususnya pada saat Matahari tidak pernah menyentuh 18 derajat dibawah horizon, jadi pada saat itu untuk „penganut“ MWL atau juga yang dipakai oleh ECFR, artinya saat itu tidak ada waktu subuh. Dengan dalil (HR. Muslim no. 2937) datangnya Dajjal dan 1 hari seperti 1 tahun etc. maka dengan dalil tersebut, waktu sholatpun diperkirakan.
Untuk lebih memudahkan, ijin saya melakukan studi kasus, pada tanggal 20 Juni saat Sommer Solstice, di Berlin Sunrise (Shuruq) 04:43 dan Sunset (Maghrib) 21:33 atau lamanya siang 16 Jam 49 Menit. Menggunakan Methode MWL maka Subuh secara generall waktu subuh tidak ada, jadi pilihan tinggal setengah dari malam yaitu pada jam 01:08 dan Isya jam 01:08, atau dengan angle based, yang berarti dalam 1 malam itu dibagi menjadi beberapa bagian tergantung angle, misal 15 derajat (agar mudah) dan artinya 15/60 (angka fix), yang berarti 4, jadi malam itu dibagi 4, saat 1/4 x waktu malam dan jumlah itu dikurangi waktu shuruq, itulah waktu subuh, atau ditambah maghrib itulah waktu isya. Pilihan ketiga saat berada di altitude yang tinggi adalah malam itu dibagi 1/7, 1/7 sebelum Shuruq adalah Subuh dan 1/7 setelah maghrib adalah isya.
Sedang saat kita menggunakan perhitungan Prancis dengan 12 derajat, maka Isya dan Subuh pun ada. Dan perhitungan ini cukup jauh bedanya, subuh jam 02:23 dan Isya 23:47, artinya bedanya bisa sampai 90 menit dari perhitungan maksimal MWL yang tentu di berlin pada saat itu tidak menyentuh 18 derajat dibawah katulistiwa.
Isya
Sama halnya seperti Subuh, tentu dengan dasar yang sama dari HR Muslim no 612 „hilang cahaya merah pada ufuk barat, Waktu shalat Isya adalah sampai pertengahan malam” artinya sudah hilang Matahari, yang seperti sudah dibahas di waktu Subuh, sekarang dihitung dengan berapa derajat matahari berada dibawah katulistiwa.
Yang paling membedakan dengan Subuh adalah Sholat Isya seperti halnya sholat ashar diperbolehkan untuk dijamak. Ada 2 Fatwa terbesar di Eropa maupun di jerman. Yaitu Fatwa dari Dr. Khalids yang dipakai oleh IIS Frankfurt. Saat tanda masuk isya hilang. Maka misalnya di Berlin dari tanggal 18.05 – 25.07 atau di Frankfurt dari tanggal 31.5 – 12.07 atau di Hamburg dari tanggal 14.5 – 30.07 boleh di jamak, untuk kota dan negara lain bisa cek di www.sonnenverlauf.de kapan tidak ada lagi 18 derajat matahari dibawah katulistiwa.
Atau Fatwa kedua adalah dari ECFR Resolusi 3/3, diperbolehkan untuk menjamak sholat saat Isya masuk mendekati tengah malam atau sudah hilang tanda masuk Isya, ditambahkan pada fatwa ini saat isya mendekati tengah malam, dengan dalil seperti saat ashar dimusim dingin DR Muslim no 705 „supaya tidak merepotkan (memberatkan) seorangpun dari umatnya.“
Tentu saat kita menggunakan Fatwa pertama, contoh di München yang jaraknya 4 jam dari Frankfurt, tidak boleh dijamak, karena pada tanggal 20 Juni sekalipun 00:40 untuk 18 derajat dibawah katulistiwa (saat turun) untuk Isya dan 01:50 untuk 18 dibawah katulistiwa (saat naik) untuk Subuh. Atau kasus kedua seperti di Berlin pada 1 hari sebelum diperbolehkan menjamak, maka Isya pada jam 00:34 untuk 18 derajat dibawah katulistiwa (saat turun) dan Subuh pada jam 01:31 untuk 18 derajat dibawah katulistiwa (saat naik). Tanpa menggunakan rumus higher altitude. Jika kita menggunakan rumus higher altitude, maka waktu isya pasti insyaAllah ada apakah waktu malam dibagi 7 atau waktu malam dibagi 4.
Sedang saat menggunakan Fatwa kedua dari ECFR, maka setiap manusia harus berhati2 dengan pilihannya kapan ingin menjama Maghrib dan Isya. Jangan sampai menjadi kebiasaan dan dianggap enteng.
yang benar datangnya dari Allah dan jika ada kesalahan maka kekurangan ilmu dari penulis. Mohon maaf lahir dan batin.
Wallahu’alam bisshowab
Referensi:
https://en.wikipedia.org/wiki/Summer_solstice
https://islamische-gebetszeiten.de/Berechnungsmethode.php
https://de.islamery.com/de/berlin/bezirk-charlottenburg-wilmersdorf
https://www.astronomycenter.net/pdf/mohamoud_2017.pdf
http://praytimes.org/calculation
https://www.sonnenverlauf.de/#/52.516,13.3769,10/2022.05.19/01:03/1/3